Breaking News

Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Local Wisdom Bangsa Indonesia


Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari *)

Jendelakita.my.id. - Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia Lambang Negara Republik Indonesia Garuda Pancasila semboyan Bhinneka Tunggal Ika dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 1951, yang disusun oleh Panitia Negara yang diangkat oleh Pemerintah dan duduk di dalam nya adalah Mr. Muhammad Yamin.

Nama Lambang Negara Garuda Pancasila, karena ujud lambang yang digunakan adalah burung Garuda, dan di dalamnya (ada tameng) memuat lambang sila sila Pancasila dan disertai semboyan seloka Bhinneka Tunggal Ika, dan seloka itu tersurat di bawahnya. Jadi dalam lambang negara Indonesia itu terdapat unsur gambar burung Garuda, simbol sila sila Pancasila dan seloka Bhinneka Tunggal Ika.

Burung Garuda adalah merupakan kekayaan satwa Nusantara, sebagai salah satu jenis burung bahkan terdapat secara luas di tanah air bangsa serumpun dan memiliki kesamaan kebudayaan yaitu Madagaskar dan Malagasi, dan satwa itu dulu diistilahkan dengan nama Vurumahery yang berarti burung sakti.

Garuda adalah termasuk jenis burung yang besar dan kuat dan mampu terbang tinggi, yang melambangkan bangsa Indonesia yang besar dan kuat.

Sebagai seekor satwa, burung Garuda mampu terbang tinggi, dan hal ini melukis cita cita bangsa Indonesia di tengah tengah masyarakat internasional (Ismaun, 1975: 118, dalam Kaelan, 324).

Burung Garuda juga lambang pembangunan dan pemelihara, hak ini dapat ditafsirkan dari sejarah nenek moyang Indonesia yang dahulu ada yang menganut agama Hindu dan Garuda adalah wahana (kendaraan) Dewa Wishnu yaitu dewa pembangunan dan pemeliharaan dan dalam cerita wayang di Jawa terjelma dalam Bharata Kresna tokoh yang bijaksana. Bahkan Airlangga menggunakan lencana Garuda - mukha yang terkandung dalam kitab Marowangsa. Demikian juga kerajaan Kedah juga menggunakan lambang Garuda Garagasi sebagai lambang pemelihara (idem)..

Selaku Bhineka tunggal Ika yang melambangkan realitas bangsa yang terdiri dari atas berbagai macam suku, adat istiadat, golongan, kebudayaan dan agama, wilayah yang terdiri dari atas beribu ribu pulau menyatu menjadi bangsa Indonesia.

Secara filosofis istilah seloka itu diambil dari bahasa Jawa kuno, berasal dari zaman kerajaan Majapahit yang zaman keemasan nya di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk dan Maha Patih Gadjah Mada (1350-1364). 

Pada kerajaan Majapahit tersebut hidup berbagai agama dan aliran antara lain Hindu dengan berbagai macam aliran dan sekte, serta agama Budha dengan berbagai aliran dan sekte, serta berbagai macam tradisi yang tampak dalam Tantrayana dan upacara Grada (upacara dalam menghormati nenek moyang yang telah meninggal.

Kemudian bercampur yang disebut dengan "syncritisme" Berbagai unsur agama yang berbeda tersebut hidup dalam satu kerajaan di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit dan di bawah hukum negara (dharma) dan hidup rukun dan damai dengan penuh toleransi antar umat beragama.

Jika dilakukan kajian melalui filsafat analitika bahasa (suatu metode analisis terhadap makna penggunaan ungkapan bahasa era kontemporer di Eropa), seloka Bhinneka Tunggal Ika itu pada hakikatnya merupakan suatu frase. Secara linguistik makna struktural seloka adalah " beda itu, satu itu". Secara morfologis kata Bhineka Tunggal Ika berasal dari kata Polimorfemis yaitu " bhinna dan Ika".

Kata "Bhinna berasal dari kata Sansekerta Bhid yang dapat diterjemahkan menjadi" beda". Dalam proses linguistis karena digabungkan dengan Morfem Ika, maka menjadi Bhinna, Ika artinya itu, bhinneka artinya beda itu, sedangkan tunggal Ika artinya satu itu.

Oleh karena itu jikalau diterjemahkan secara bebas maka makna Bhinneka Tunggal Ika, adalah meskipun berbeda beda akan tetapi satu jua. Tidak ada hukum yang mendua (dualisme).

*) Penulis adalah Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan.