KHUTBAH IDUL FITRI 1446 H/2025 M : PUASA RAMADHAN, IDUL FITRI, DAN HARKAT MARTABAT MANUSIA

Tulisan Oleh: Dr. Muhammad Yunus, M.Pd.I.
Materi Khutbah Lengkap dapat didownload di Link Berikut
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Marilah kita memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat mulai dari nikmat kesempatan, kesehatan dan lebih-lebih nikmat iman dan Islam. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah menyampaikan risalah Islam kepada kita sehingga kita dapat menjalani kehidupan yang berkeadaban sebagaimana sekarang ini. Selanjutnya marilah kita terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita menuju sebenarbenarnya takwa karena hanya dengan iman, amal saleh dan taqwalah yang membawa keselamatan hidup kita di dunia maupun di akhirat kelak.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Kita telah menunaikan ibadah puasa ramadhan satu bulan penuh, dan hari ini tibalah kita pada hari raya idulfitri 1446 H. Puasa ramadhan dan idulfitri merupakan bagian dari yang disyariatkan Allah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Jika kita membaca dan merenungi dua syariat tersebut (ramadhan dan idulfitri), maka akan terlihatlah kesinambungan, keberlanjutan, dan kesatuan tiga pokok ajaran Islam, yaitu aqidah, ibadah dan akhlak atau iman, islam dan ikhsan. Komitmen kepada tiga hal inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang bermartabat tinggi.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Setelah kita berpuasa selama satu bulan penuh dan dilanjutkan dengan bermaafmaafan di hari raya idulfitri, maka setidaknya kita telah tergolong ke dalam pribadipribadi dengan tiga kategori, yaitu pribadi beriman, pribadi beramal saleh, dan pribadi bertaqwa.
Pertama, kita adalah pribadi-pribadi beriman. Inilah yang menjadi dasar kita berpuasa. Bahkan seluruh ritual peribadatan baik itu ibadah maghdha (shalat, puasa) maupun ghair maghdha (zakat, haji) tiada lain dari kongkritisasi keimanan kita kepada pencipta dan pemelihara semesta yaitu Allah SWT. Dalam praktiknya, keimanan kita itu seringkali tercampur oleh berbagai bentuk kemusyrikan dan karenanya kita dituntut untuk terus memurnikan ketauhidan itu dengan cara menginsafi bahwa tiada yang pantas disembah selain Allah SWT. Menyembah berarti patuh dan merasa tidak berdaya, sikap seperti ini hanya patut kita tujukan kepada Alllah SWT semata. Kita tidak boleh menghambakan diri pada sesuatu yang lain selain Allah SWT apakah itu kepada penguasa, orang kaya, berhala-berhala, hawa nafsu dan lain sebagainya. Kemusyrikan dilarang bukan karena Allah cemburu melainkan karena Allah telah memuliakan manusia dan menempatkannya pada tingkat yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk Allah yang lain. Hal ini digambarkan dalam Qs. Al-Isra ayat 70 dan Qs. Attin ayat 4.
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Surat Al-Isra ayat 70 di atas merupakan penegasan Allah bahwa manusia adalah makhluk tertinggi sehingga tidak pantas menghambakan diri selain kepada Allah, karena hal yang demikian itu berarti merendahkan harkat martabat kita sebagai makhluk yang paling mulia. Malaikat memang taat kepada Allah, hal itu wajar karena malaikat tidak diberikan nafsu yang harus dilawan, sedangkan manusia harus berperang mengalahkan hawa nafsunya demi kemuliaannya. Iman berarti percaya, namun percaya saja tidak cukup karena jika hanya sekadar percaya, maka orang-orang musyrik pun juga percaya kepada Allah sebagaimana dijelaskan Qs. Azzumar ayat 38:
dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Kedua, pribadi yang beramal saleh. Dengan berpuasa satu bulan penuh disertai dengan amal ibadah lainnya seperti shalat tarawih, membaca Qur’an, bersedekah, infaq, dan kebajikan-kebajikan lainnya, maka kita juga telah tergolong kedalam orang-orang yang beramal salih. Dengan demikian iman yang berada di wilayah batin (hati) kita itu telah dikongkritkan dengan amal salih “asal saja semua amalan tersebut sungguh-sungguh karena Allah semata”.
Amal salih adalah pasangan dari iman. Tidak ada iman tanpa amal. Iman dan amal salih hampir selalu dipasangkan dalam ungkapan-ungkapan Al-qur’an sebagaimana Qs. Asr ayat 1-3.
demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Ibadah dan amal saleh yang kita kerjakan tersebut berfungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ibadah (amal saleh), seorang hamba merasakan kedekatan spiritual dengan Tuhannya. Inilah pengalaman kerohanian yang merupakan inti rasa keagamaan manusia. Selain itu, ibadah (amal salih) juga berfungsi sebagai sarana pendidikan individu dan masayarakat untuk meningkatkan komitmen batin dan tingkah laku bermoral. Puasa ramadhan dan idulfitri yang telah kita jalani memberikan pengalaman keagamaan yang sungguh membekas baik pada level individu maupun masyarakat. Selama puasa ramadhan, secara pribadi kita mampu mengendalikan diri sehingga tidak didikte begitu saja oleh dorongan hawa nafsu kita.
Selama ramadahan kita dapat mengalahkan diri sehingga kita tampil sebagai pribadi yang berdaulat. Keberhasilan kita mengendalikan diri selama puasa ramadhan itu menyadarkan kita bahwa iman dapat memberikan sifat keberanian kepada manusia.
Dengan iman, yang lemah bisa menjadi kuat, yang kikir bisa menjadi dermawan, dan yang pesimis dalam hidup menjadi penuh pengharapan. Secara sosial puasa ramadahan dan idul fitri juga telah menempah kita menjadi pribadi-pribadi tangguh. Idul fitri sebagai kelanjutan ramadhan memungkinkan kita untuk memperbaiki hubungan yang retak dalam keluarga. Idulfitri adalah momen kita untuk membersihkan diri dari najis-najis batin. Idulfitri menjadikan kita bersedia merendahkan egoisme pribadi kita sehingga kita secara rendah hati berani mengakui kesalahan dan menghapus dendam. Oleh karena itu marilah kita jadikan idulfitri ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan kulitas hubungan kita dengan Allah, keluarga dan sesama.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Ketiga, pribadi bertakwa. Kita diperintah berpuasa diantaranya agar kita bertakwa . Takwa adalah nama yang mencakup semua amal-amal kebajikan. Siapa yang mengerjakan sebagian darinya, maka dia telah menyandang ketakwaan3 . Puasa dan prilaku maaf memaafkan yang kita kerjakan selama ramadhan dan idulfitri ini menjadikan kita sebagai orang-orang berpredikat takwa, walaupun tentu masih harus terus diusahakan sehingga mencapai takwa yang sebenarnya. Marilah kita perhatikan sejenak Qs. Al-Imran: 134 yang merupakan penjelasan tentang pribadipribadi bertakwa.
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dari ayat di atas, kita dapat mengerti bawa orang-orang yang tulus berinfaq dan menahan amarah baik selama ramadhan maupun di luar ramadhan, dan orangorang yang memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain mereka itulah orang bertakwa. Selanjutnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 177 Allah berfirman:
bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
Qs. Al-Baqarah ayat 177 tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang bertakwa itu adalah bukan orang mempermasalahkan apakah kiblat itu ketimur atau kebarat, melainkan adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, kitab dan nabi-nabi. Orang bertakwa juga adalah mereka yang membagi harta kepada kerabat-kerabat, anak yatim, orang miskin, orang yang memerlukan pertolongan, para peminta-minta, dan para budak. Orang yang bertakwa juga adalah mereka yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, mereka yang menepati janji dan mereka yang bersabar dalam penderitaan.
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Dari uraian di atas, kita sampai pada kesimpulan bahwa terlepas masih terdapat kekurangan, kita telah menyandang predikat sebagai orang yang beriman, beramal saleh, dan orang bertakwa. Inilah harkat dan martabat manusia yang terbentuk setelah menjalani puasa ramadahan dan dilanjutkan dengan bermaafan di hari Idulfitri ini. Kita menjadi orang berdaulat bagi diri kita sendiri. Kita tidak begitu saja tunduk pada tuntutan hawa nafsu. Kita juga menjadi pribadi pengasih dan pemaaf. Inilah juga yang menjadi alasan mengapa Allah memuliakan kita di atas mahklukmakhluk-Nya yang lain. Akan tetapi kita harus tetap mawas diri bahwa keimanan yang kita pegang, amal saleh yang kita kerjakan, dan predikat takwa yang kita raih masih harus kita tingkatkan kualitasnya, karena manusia adalah makhluk dinamis. Dia dapat terjerumus akibat ketidak hatia-hatiannya. Iman, amal, dan takwa harus terus dipelihara. kehilangan iman, amal saleh dan takwa akan membawa kita jatuh ke status makhluk yang paling rendah sebagaimana dilukiskan dalam Qs. Attin ayat 5.
kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
Hadirin jamaah shalat ied yang dimuliakan Allah.
Pengenadalian diri dan silaturrahmi harus kita lanjutkan diluar ramadahan dan idulfitri. Masa lalu kita bisa saja kelam dan penuh dosa, tapi masa depan kita masih suci. Pintu taubat senantiasa dibuka Allah bagi mereka yang mau memerikasa diri. Akhirnya semoga kita berdo’a semoga kita dijadikan orang-orang istiqomah dalam keimanan, amal saleh, dan takwa.
Materi Khutbah Lengkap dapat didownload di Link Berikut
Post Comment