Breaking News

Dari Dusun ke Marga


Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Istilah Dusun dan Marga sudah lama menjadi perbincangan hangat baik di zaman sebelum kemerdekaan Indonesia maupun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pada tulisan kali ini kita akan membatasi bahasanya di sekitar zaman kolonial Belanda.

Tentu timbul pertanyaan kenapa menarik untuk diketahui. Jawaban nya adalah banyak faktor yang menjadikan nya sebagai faktor penentu nya.

Sejak kolonial Belanda khususnya memasuki wilayah Nusantara, motif pertama mereka adalah inqin menguasai atau mencari wilayah yang subur dengan hasil sumber daya alam yang melimpah. Dengan strategi di dahului dengan perkumpulan perdagangan yang kita kenal istilahnya VOC di sekitar abad ke 16.

Dengan strategi tersebut Pemerintahan kolonial Belanda yang berpusat di ibu kota negaranya Amsterdam, dengan membonceng perkumpulan VOC itu mengirim pasukan pasukan beserta pamongnya untuk memasuki wilayah Nusantara.

Pendek cerita setelah kolonial Belanda menduduki wilayah Indonesia, mereka tentu berhadapan dengan komunitas masyarakat hukum adat yang sudah lama menjadi sistem organisasi terendah yang dimulai dari satu phuyang sampai terbentuk komunitas yang disebut DUSUN.(Tiuh, Sumbai, Petulai dan lain sebagainya).

Strategi kolonial Belanda memanfaat keberadaan masyarakat hukum adat dengan menjadi kan Dusun sebagai sentral kegiatan baik dari sistem perdagangan maupun sistem pemerintahan.

Artinya secara ilmiah Dusun sebagai subjek hukum menjadi pihak yang berkolaborasi dengan pemerintahan kolonial Belanda.

Dengan mengangkat kepala durung sebagai perwakilan untuk berinteraksi satu sama lain.

Berhubung wilayah " DUSUN" sangat luasnya dirasakan oleh kolonial Belanda kurang efektif di dalam memberikan instruksi (baca malah ada kepala dusun yang tidak mau tunduk).

Serta memakan biaya yang sangat tinggi serta banyak orang orang (kepala dusun) yang dihadapi bilamana akan diadakan koordinasi.

Mengingat masalah itu; dengan memperhatikan nasihat para ahli Belanda sebut saja misalnya Van Royen.

Van Vollenhoven dan lain sebagainya, pemerintah kolonial Belanda merubah sistem koordinasi yang dulunya Dusun sebagai ujung tombak karena tidak efektif dan efisien diubah lah MARGA menjadi pengganti Dusun sebagai satu kesatuan masyarakat hukum adat yang.

Dengan pertimbangan bahwa dengan Marga dijadikan ujung tombak meja akan menjadi efektif dan efisien karena;

Jumlah kepala marga akan menjadi lebih sedikit (karena marga adalah kumpulan atau serikat dusun).

Yg akan mudah melakukan koordinasi.

Di samping itu biaya akan lebih sedikit.

Serta yang penting secara politis akan memudahkan pengawasan pengawasan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Untuk menjadi dasar hukum marga sebagai kesatuan masyarakat hukum adat oleh pemerintah kolonial Belanda dikeluarkan aturan mengenai pemerintahan terendah di dalam satu ordonansi yaitu IGO, untuk Jawa Madura.

Sedangkan untuk wilayah di luar Jawa Madura termasuk Sumatera Selatan adalah IGOB. (Inlandse Gemeente Ordonansi Buitengewesten).

Dan ini berlaku sampai dikeluarkan nya undang undang nomor 5 tahun 79. Yaitu dicabut nya IGOB, dengan pertimbangan bahwa itu adalah warisan hukum kolonial Belanda yang tidak bernuansa kebangsaan Indonesia (NKRI).***

*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan