Wacana Penghapusan Mata Kuliah Hukum Adat
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Mata Kuliah Hukum Adat seperti terus menjadi wacana untuk dihapuskan. Isu terakhir yang disampaikan oleh teman sejawat saat pertemuan dosen dosen pengajar hukum adat di Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Bali sudah mewacanakan hal itu.
Sebagai dosen hukum adat yang pernah menjadi seorang akademisi selama 40 tahun sampai pensiun mencari penyebab kenapa wacana tersebut terpikir oleh mereka.
Salah satu sebenarnya bukan pada nama mata kuliah nya mau dihapuskan (setidaknya bukan mata kuliah wajib fakultas) tetapi terletak pada kurikulum atau silabus pada materi pelajaran nya, yang menurut pengamatan saya dikarenakan para dosennya masih menggunakan pola berfikir dan referensi yang dipakai sebagai buku ajuan sudah ketinggalan zaman. Setidaknya tidak sesuai lagi dengan kondisi negara kita yang telah memasuki dunia ilmu modern.
Sinyal yang menghawatirkan kondisi demikian setidaknya pernah disampaikan oleh Prof Dr H.M Koesno, SH dalam materi kuliah umum beliau di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang yang dimuat dalam harian Sriwijaya Pos tahun 1991 yang berjudul. Materi Mata Kuliah Hukum Adat di Perguruan Tinggi semakin tidak jelas.
Padahal kalau kita mau kembali ke sejarah awal kemerdekaan Indonesia Presiden Soekarno mengakui nya bahwa beliau mendapatkan inspirasi untuk dijadikan dasar negara Republik Indonesia Pancasila terinspirasi dari nilai nilai yang hidup dalam masyarakat.
Lihat pidato beliau saat menerima gelar kehormatan Doktor (HC) dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1951 .
Kalau kita ingin mencari dalil normatif keberadaan hukum adat (baca ilmu hukum adat), cukup banyak tersebut di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terakhir kita baca di dalam Undang Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana Nasional jelas jelas mengakui " hukum yang hidup dalam masyarakat".
Belum lagi kalau kita buka dokumen konstitusi kita baik yang masih asli (sebelum perubahan) maupun setelah mengalami 4 kali perubahan tetap mengakui hukum yang hidup dalam masyarakat alias hukum adat.
Memang secara internal beberapa tokoh hukum adat sudah banyak yang meninggal sebut saja misalnya Prof. Dr. R. Soepomo SH, Prof. Dr. Soedirman, SH., Prof. M.M. Djojodiguno SH dan Prof Dr. H. Hazairin, SH , Prof Dr. H. M. Koesnoe SH sebagai tokoh tokoh nasional dan internasional yang kokoh mempertahankan hukum adat sebagai hukum nasional sudah tiada.
Dan secara eksternal juga dampak masuknya para Antropolog hukum, Sosiolog Hukum yang baru mendapat pendidikan di luar, mencampur adukkan dengan materi hukum adat.
Mudah mudahan dengan tulisan ini kita kembali kepada cinta hukum adat. Prof. Dr. Soeripto, SH Guru besar hukum adat dan Pancasila Fakultas Hukum Universitas Negeri Brawijaya Malang mengatakan dalam pidato pengukuhannya tahun 1969 bahwa Pancasila merupakan sumber kelahiran dan Hukum Adat sebagai sumber pengenal.***
*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan