Fungsi Dan Peranan Pasirah Dalam Lintasan Historis
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Pasirah lambang sosok seorang pemimpin masyarakat hukum adat.
Di dalam fungsi dan peranan nya sebelum keluar nya Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/ 1973 tanggal 24 Maret 1983 yang efektif berlaku 1 April 1983.
Seorang Pasirah adalah sosok seorang pemimpin yang memegang urusan pemerintahan (eksekutif), urusan legislatif bersama Dewan Marga dan juga merangkap sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.
Berarti sebelum dihapuskan nya pemerintahan marga beliau adalah penguasa tunggal.
Di samping sebagai kepala pemerintahan dia juga sebagai kepala adat. Tempat warga menyelesaikan persoalan persoalan hukum adat.
Salah satu fungsi Pasirah di dalam menjalankan pemerintahan marga beserta perangkatnya adalah memberikan izin penggunaan tanah Ulayat (marga), untuk dikelola secara perseorangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari warganya.
Hak perseorangan tersebut adalah merupakan bagian dari tanah adat secara kolektif.
Pemberian izin untuk mengelola bagian dari tanah adat ditentukan oleh Pasirah bersama Dewan Marga.
Kewenangan kewenangan tersebut berlaku sampai dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan 142 di atas
Artinya setiap perbuatan hukum yang menyangkut lahan di dalam kawasan tanah adat adalah wewenang mutlak Pasirah dan mempunyai kekuatan hukum yang sangat kuat (Sampai tahun 1983).
Bukti kekuatan hukum surat surat yang diterbitkan sebelum dihapuskan fungsi dan peran Pasirah (SK 142/1983 tersebut di atas) diakui sebagai Hak Milik (lihat keputusan Mahkamah Agung no. 381K/ Sip 1964 tanggal 2 September 1964).
Di balik dirinya sebagai kepala pemerintahan juga Pasirah sebagai kepala adat (oleh SK 142/1983). Tetap diakui lihat butir tiga SK Gubernur Sumatera Selatan di atas..
Tentu ada yang bertanya apa yang menjadi kan dasar Marga (serikat desa) itu di zaman pemerintahan kolonial Belanda adalah apa yang kita kenal dengan IGOB. Karena IGOB ini merupakan hukum kolonial yang tidak berwawasan kebangsaan maka oleh UU no 5 tahun 79, IGOB tersebut dicabut (lihat selengkapnya dalam penjelasan UU no 5 tahun 79).
Untuk melihat Fungsi dan Peranan Pasirah dapat kita telusuri salah satunya di dalam Simbur Cahaya. Baik buatan Ratu Sinuhun (1632).
Maupun edisi cetakan Belanda tahun 1854, terakhir susun atas perubahan beberapa pasal yang dilakukan oleh Pasirah Bond tahun 1927.
Di zaman Pasirah Bond, menurut catatan Bapak Arlan Ismail, SH dalam bukunya Berjudul Marga di Sumatera Selatan lebih banyak bergerak di dalam perjuangan kemerdekaan, karena di tahun tahun itu banyak timbul gerakan pemuda yang sadar untuk memerdekakan diri dari jajahan Belanda.
Tepat dimulai tahun 1908 , 1920 dan 1928 puncak nya lahir Sumpah Pemuda.
Sebagai peraturan pelaksana lanjut mengenai pokok peraturan tentang otonomi kesatuan kesatuan masyarakat asli tersebut di propinsi Sumatera Selatan yang meliputi EK. Keresidenan Bangka Belitung dan keresidenan Palembang, dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda masing masing untuk Bangka dan kepulauan sekitarnya Stbl 1919 no. 453 dan untuk keresidenan Palembang Stbl. 1919 no. 814.
Juga untuk keresidenan lainnya dikeluarkan ordo ansi sedemikian, akan tetapi seluruh ordonansi ordonansi ini kemudian dicabut dan diganti satu ordonansi saja yaitu Sbld 1938 no. 490 yang berlaku 1 Januari 1939: Stbl 1938 no. 681. Yaitu Inlandse Gemeente Ordonansi Buitengewesten (IGOB).
Secara singkat dari IGOB ini dan surat edaran dari Residen yang bersangkutan sebelum perang dunia II, bahwa MARGA di Palembang merupakan kesatuan Pemerintahan Terendah berdasarkan HUKUM ADAT.
Lebih lanjut sebagai mana dikutip oleh Prof. H. Amrah Muslimin SH guru besar Hukum Universitas Sriwijaya dalam bukunya Sejarah Ringkas Perkembangan Pemerintahan Marga/ Kampung Menjadi Pemerintahan Desa/ Kelurahan Dalam Propinsi Sumsel halaman 35 yaitu;
1, Marga adalah Masyarakat Hukum Adat berfungsi sebagai kesatuan wilayah Pemerintahan terdepan dalam rangka Pemerintahan Hindia Belanda yang merupakan Badan Hukum.
2, Marga berhak mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hukum adat.
3, Susunan Pemerintahan Marga, Kepala Marga dan Kepala Adat lainnya, bentuk susunan pemerintahan ditentukan menurut hukum adat mengenai pemilihan dan pengangkatan serta pengesahan atau pengakuan oleh instansi Pemerintah Belanda yang ditunjuk untuk itu
4, Pemerintahan Marga didampingi Dewan Marga, yang membuat peraturan peraturan dalam rangka kewenangan menurut hukum adat. Peraturan Marga harus disahkan oleh instansi atasan sebelum berlaku dan diumumkan.
Dalam zaman Hindia Belanda Marga merupakan kesatuan Pemerintahan yang operasional berada di depan sekali berhadapan langsung dengan rakyat.
*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan