Jangan Tinggalkan Dakwah
Jendelakita.my.id.- Seorang hamba yang berbuat maksiat pasti pernah mengalami konflik batin dan merasa pergulatan nurani dalam dua perkara:
Ia mendengar hadits tentang dakwah, "amar ma'ruf dan nahi Munkar, dan Nash Nash yang memerintahkan dan menganjurkan mengetuk hati orang.
Sementara di depan matanya terdapat figur figur teladan dari para pelayan agama Allah dan para penyeru kebajikan. Semua itu mengajaknya untuk ikut serta dan terjun ke dalam Medan serta bersama kalifah tersebut, karena waktu dan umur terbatas.
Saat semangat berbuat baik menggelora dalam jiwa dan kesungguhan mulai terbentuk, muncul bisikan buruk dalam dirinya dan berkata. Kamu belum layak untuk berdakwah?. Apakah kamu akan berdakwah sedangkan kamu kotor dan banyak dosa?.
Dakwah dan membela agama adalah kedudukan mulia dan derajat tinggi yang tidak layak untuk orang orang seperti kamu, orang orang yang banyak berbuat kesalahan. Lebih baik kamu mengajak dirimu sendiri, menyuruhnya kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran?.
Adakalanya bisikan buruk tersebut menang, sehingga dia mengurungkan niat nya dan menunda langkah baiknya. Terkadang perilaku dipengaruhi panggilan agama bahwa perasaan berdosa menjadi penyebab utama seseorang batal memasuki medsn Dakwah.
Menetapkan kebenaran dan kesalahan suatu pernyataan tanpa diukur dengan timbangan agama merupakan suatu yang tertolak, baik secara syar'i maupun akal sehat. Dan sebaiknya masalah ini kita diskusikan dengan beberapa konklusi sebagai berikut.
Pertama, tidak diragukan bahwa perkataan yang tidak dibuktikan dengan perbuatan merupakan perkara tercela, baik menurut pandangan Al Qur'an dan as Sunnah maupun pernyataan salafus ummah.
Allah berfirman yang artinya : Hai orang orang yang beriman. Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan (QS, 61:2-3).
Allah SWT berfirman yang artinya. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab (taurat). Maka tidaklah kamu berfikir? (QS., 2:44).
Kedua, apakah celaan yang terdapat dalam Nash Nash tersebut secara otomatis celaan untuk orang yang berdakwah dan melakukan nahi mungkar? Ataukah celaan itu karena perbuatan mungkar nya, padahal ia orang yang paling utama menjauhinya?.
Ayat di atas bukan mencela mereka yang menyeru kepada kebaikan sementara dia tidak mengamalkan, bahkan celaan tersebut semata mata karena mereka meninggalkan kebaikan. (Lihat tafsir Ibnu Katsir, 1/110).
Ringkasnya, salah lah pernyataan yang menyebutkan bahwa siapapun tidak boleh berdakwah dan berma'ruf dan nahi Munkar, selagi masih punya kesalahan. Sebab demikian itu suatu perkara mustahil. Tidak mungkin seseorang tidak pernah berbuat maksiat sama sekali.
Maka Sa'id bin Jubair berkata. Jika seseorang tidak boleh menyuruh kebajikan dan mencegah kemungkaran hingga tidak ada dalam dirinya kesalahan sekecil apapun, maka tidak ada seorangpun yang mampu menyerukan kebajikan dan mencegah kemungkaran.