Pengurus HMI Cabang Lubuk Linggau Tegaskan ASN Harus Netral dalam Pilkada 2024
Jendelakita.my.id - Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah bagian dari birokrasi negara yang memiliki tugas untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara profesional, jujur, dan berintegritas. ASN dituntut bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. ASN juga memiliki peran strategis sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan serta pembangunan nasional.
Dalam rangka Pilkada di wilayah Musi Rawas, Lubuk Linggau, dan Musi Rawas Utara, pengurus HMI Cabang Lubuk Linggau menegaskan agar ASN tetap netral tanpa memihak kepada calon mana pun. Masyarakat yang mengetahui ASN tidak bersikap netral atau berada di bawah ancaman salah satu pasangan calon (seperti yang dilaporkan terjadi di beberapa daerah) diimbau untuk segera melaporkannya ke Bawaslu kabupaten/kota. Hal ini disampaikan oleh Rebi Saryadi, pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lubuk Linggau.
Isu netralitas ASN memang selalu mencuat dalam setiap hajatan politik, baik di tingkat daerah maupun nasional. Posisi strategis ASN yang memiliki akses pada kebijakan, anggaran, dan fasilitas kedinasan membuat mereka sering menjadi sasaran untuk dimanfaatkan dalam persaingan politik. Berdasarkan hukum administrasi pemerintahan, netralitas ASN adalah hal final dan wajib ditaati. Hal ini tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang secara tegas menyebutkan asas netralitas (Pasal 2 huruf f), yakni bahwa setiap ASN tidak boleh terpengaruh dan tidak memihak kepada kepentingan mana pun.
Selain itu, Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2023 juga menyatakan bahwa ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan serta pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Rebi Saryadi juga menambahkan bahwa pelanggaran netralitas ASN dapat terjadi melalui media sosial, yang tanpa disadari dapat membuat ASN terlibat dalam kampanye salah satu peserta pemilu. Media sosial seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, dan Instagram dapat menjerumuskan ASN hingga terlibat sebagai juru kampanye atau tim sukses terselubung. Faktor yang menyebabkan pelanggaran netralitas ASN meliputi kurangnya pengawasan dan lemahnya sanksi terhadap pelanggar.
Menurut UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 2 huruf f menegaskan bahwa kebijakan dan manajemen ASN harus berdasarkan asas netralitas. Bahkan, dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 280 ayat (2), disebutkan bahwa ASN, pimpinan lembaga peradilan seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, perangkat desa, dan kelurahan dilarang terlibat dalam kampanye. Jika tetap terlibat, mereka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Sanksi ini diatur dalam Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa ASN, anggota TNI, Polri, kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat dalam kampanye dapat dipidana kurungan hingga satu tahun dan didenda hingga Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).