Breaking News

Otonomi dan Kebangkitan Daerah


Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Otonomi mengandung pengertian pengaturan sendiri, pemerintahan sendiri. Artinya, di balik otonomi terdapat makna kemandirian.

Tentu, kemandirian yang dimaksud harus sesuai dengan peraturan tentang otonomi itu sendiri. Dalam konteks negara Indonesia, makna demikian dapat kita jumpai pada Pasal 18 UUD 45 yang pelaksanaan otonomi memiliki prinsip demokrasi, otonomi luas dan kewenangan yang luas, keadilan, pembagian kekuasaan, pengaturan kewenangan dan penghormatan atas hak hak asli.

Hal demikian itu merupakan salah satu dari asas asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang menekankan adanya pemberian kewenangan oleh negara kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat 

 Pemahaman atas asas demikian itu mendorong praktek praktek penyelenggaraan pemerintahan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat berdasarkan atas asas asas keahlian dan kedaerahan. Asas keahlian dimaksud idealnya dat dijumpai dan seharusnya diperlihatkan dalam susunan kabinet, yaitu pejabat yang ditunjuk sebagai menteri untuk memimpin suatu kementerian tertentu. Artinya, keahlian nya disesuaikan dengan tuntutan kementerian yang bersangkutan.

Memang tidak seideal dengan apa yang dibayangkan mengingat dalam praktek idealisme sering disesuaikan dengan kepentingan politik tertentu.

Akibatnya, penyesuaian demikian menjadikan jumlah kementerian cenderung berubah sehingga setiap orang ganti presiden ada penambahan atau pengurangan kementerian. Selain itu pemerintah pusat harus berpegang pada asas kedaerahan, sebuah asas yang mengandung dua prinsip utama, yaitu prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi. Prinsip, disebut pertama dapat dijumpai pada Pasal 18, ayat 5 UUD 45. 

Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Artinya dalam prinsip desentralisasi daerah diberikan otonomi, yaitu hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara prinsip disebut terakhir mensyaratkan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat pada alat alat pemerintah pusat yang ada di daerah. Alat pemerintah pusat yang dimaksud melaksanakan pemeriksaan pusat di daerah daerah dan berwenang mengambil keputusan sendiri sampai tingkat tertentu berdasarkan atas kewenangan yang dimiliki. Alat dimaksud bertanggung jawab terhadap pemerintah pusat, yang memang memukul semua biaya dan tanggung jawab terakhir mengenai urusan dekonsentrasi tersebut.

Sementara, prinsip yang disebut pertama menekan kan adanya pelimpahan kewenangan pada badan badan dan golongan golongan dalam masyarakat di daerah tertentu untuk mengurus rumah tangga sendiri.

Secara historis, pemikiran tentang otonomi sebenarnya telah lahir sejak zaman kolonial, bahkan sesudah anak negeri Nusantara ini mendeklarasikan diri sebagai bangsa Indonesia dan sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini, gelora otonomi terus berlangsung meskipun perjalanan negeri ini mengalami perkembangan situasi politik ketatanegaraan dan ketatapemerintahan selalu berubah.

Misalnya satu dekade pertama awal kemerdekaan telah diundang UU no 22 tahun 1948.

Kemudian dekade 60 puluhan Undang Undang Nomor 1 tahun 1957.

Awal orde baru, undang undang nomor 5 tahun 1974.

Dalam konteks era reformasi Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 dan undang undang nomor 32 tahun 2004 dalam perjalanan mengalami pembiasan.***

*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan