Breaking News

Al-Qur'an di Sudut Kamarku


Tulisan oleh :
Andrean Ikhsan Kesuma

                            Mahasiswa Prodi PAI – STAI Bumi  Lubuklinggau

 

Aku, Andrean, adalah seorang remaja yang sering merasa kosong. Hidupku dipenuhi hiruk pikuk dunia yang terasa membosankan. Aktivitas sehari-hari berjalan monoton—kuliah, hangout bersama teman, scrolling media sosial, lalu kembali ke kamar yang sunyi. Meski aku punya segalanya, ada perasaan sepi yang tak pernah bisa kugambarkan.

Di sudut kamarku, di atas meja kecil yang jarang kusentuh, tergeletak sebuah Al-Qur'an. Itu pemberian nenek saat aku lulus SMA. Sampulnya masih bersih, tanpa lipatan, tanpa coretan. Aku jarang membukanya. Kadang aku merasa malu melihatnya di sana, mengingatkanku pada jarak antara diriku dengan agama yang kupeluk sejak lahir.

Hingga suatu malam, setelah hari yang melelahkan, aku menangis sendirian. Entah kenapa, aku merasa sangat hampa. Aku memandang ke sekeliling kamar, dan pandanganku jatuh pada Al-Qur'an itu. Ada dorongan yang tak bisa kujelaskan untuk mendekatinya. Dengan ragu, aku mengambilnya dan membuka halaman pertama.

Bismillah. Suara itu terdengar asing dari bibirku sendiri, seolah aku sudah lama melupakannya. Aku mulai membaca surah Al-Fatihah dengan terbata-bata. Tangisku semakin deras saat kubaca artinya: permohonan kepada Allah untuk diberi petunjuk ke jalan yang lurus.

Malam itu, aku merasakan ketenangan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku terus membaca, lembar demi lembar. Ayat-ayat itu seolah berbicara langsung ke hatiku, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini kupendam.

Hari-hari berikutnya, Al-Qur'an itu tidak lagi menjadi penghuni sudut kamarku yang sunyi. Aku mulai rutin membacanya setiap pagi dan malam. Dari situ, aku menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Ayat demi ayat mengajarkanku tentang kesabaran, syukur, dan arti dari keberadaan manusia di dunia ini.

Perlahan, hidupku berubah. Aku lebih tenang, lebih bersyukur, dan merasa lebih dekat dengan Allah. Al-Qur'an itu.