Pertarungan Antara Saitama VS Muslih
![]() |
Image by Thomas Rüdesheim from Pixabay |
Jendelakita.my.id - Di suatu alam semesta yang jauh dari peradaban manusia, dua sosok botak berdiri saling berhadapan di atas gurun tandus yang penuh kehancuran. Angin menderu-deru, membawa debu dan pasir yang menggores langit. Di satu sisi, **Saitama**, pahlawan tak terkalahkan yang terkenal dengan pukulan mautnya, berdiri santai. Di sisi lain, ada **Muslih**, seorang petarung legendaris yang terkenal dengan ilmu bela dirinya yang tak tertandingi. Keduanya sama-sama botak, tapi kekuatan mereka berada di dimensi yang berbeda.
Pertarungan ini bukanlah pertemuan biasa. Kabar bahwa Muslih, seorang petarung dari alam lain yang mampu mengendalikan energi alam semesta, menantang Saitama telah tersebar luas di antara para makhluk luar angkasa. Banyak yang ingin tahu, siapa yang akan menang ketika dua botak terkuat ini bertarung.
“Jadi, kamu yang bernama Muslih, ya?” kata Saitama dengan nada bosan, menggaruk kepalanya yang licin. “Aku nggak tahu kenapa kamu harus menantangku. Aku hanya pahlawan untuk iseng.”
Muslih, dengan sorot mata tajam dan postur tegap, menjawab singkat, “Pertarungan ini adalah takdir. Aku datang dari dimensi yang jauh untuk menemukan lawan yang sepadan.”
Tanpa aba-aba, Muslih mengumpulkan kekuatan dari bumi di bawahnya. Tanah mulai bergetar, dan energi alam semesta terkumpul di sekeliling tubuhnya, menciptakan aura emas yang menyelimuti seluruh wujudnya. Dia mengeluarkan jurus andalannya, **"Dendam Kosmik"**, sebuah teknik yang mampu menghancurkan seluruh planet dalam satu serangan. Dengan kecepatan kilat, Muslih meluncur ke arah Saitama.
Saitama hanya berdiri diam. Sejenak, matanya menatap Muslih dengan penuh kebosanan. "Ah... jurus seperti ini lagi?"
Ketika Muslih mendekat, tangan Saitama yang bebas dari beban apapun bergerak pelan. Dia melepaskan satu pukulan sederhana.
**BOOM!**
Seluruh langit berguncang, tanah retak, dan debu melesat ke angkasa. Tubuh Muslih terpental jauh, menghantam bebatuan besar hingga hancur lebur. Namun, Muslih segera bangkit, meski tubuhnya penuh luka. Dia tersenyum tipis. "Kamu... benar-benar kuat."
Saitama menatapnya, masih dengan tatapan yang sama. “Ya, tapi aku nggak merasa puas. Ini terasa... kosong.”
Muslih, meski sudah hampir kehabisan tenaga, tidak menyerah. Dia tahu bahwa pertarungan ini bukan hanya soal kekuatan fisik. Dengan sisa energinya, Muslih memusatkan pikirannya, membuka gerbang dimensi baru. **"Final Void"**, teknik terakhirnya, membuka jurang antardimensi yang bisa menghisap semua materi ke dalam kehampaan.
Namun, sebelum Muslih bisa mengaktifkannya sepenuhnya, Saitama sudah berdiri di depannya. "Sepertinya ini saatnya berakhir."
Dengan satu pukulan lagi, lebih ringan dari yang pertama, Saitama menghentikan seluruh energi Muslih. Teknik "Final Void" menghilang begitu saja, dan Muslih jatuh tersungkur, terengah-engah.
“Aku kalah…” Muslih mengakui dengan berat hati. Matanya menatap langit yang perlahan kembali tenang.
Saitama duduk di sampingnya, menatap kosong ke cakrawala. “Aku juga kalah. Aku tidak pernah menemukan lawan yang bisa membuatku merasa hidup lagi.”
Muslih terdiam, merasakan ada kesamaan dalam kekosongan yang mereka rasakan. Dua sosok botak terkuat di alam semesta, meski berbeda jalan, sebenarnya berbagi nasib yang sama—sebuah kehidupan tanpa tantangan, tanpa makna yang lebih dalam.
Angin kembali berhembus, membawa debu yang perlahan menutupi jejak pertarungan mereka. Alam semesta menyadari, bahwa bahkan pertarungan paling epik sekalipun bisa berakhir dengan sunyi.