Penggunaan Fatwa Oleh Hakim
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, guru besar ilmu hukum acara perdata di universitas Gadjah Mada Yogyakarta (mantan hakim dan mantan dekan fakultas hukum universitas Gadjah Mada Yogyakarta):
Bahwa apabila hakim dalam memutuskan perkaranya tidak menemukan ketentuan dalam undang-undang, maka yang menjadi pegangan adalah;
Hakim harus mengacu kepada apa?. Kepada asas asas hukum umum dari hukum, yang dapat ditemukan dalam kebiasaan atau dalam pandangan tentang kepantasan yang mengilhami dirinya, kepada alat bantu yang disajikan kepada nya oleh ilmu : yaitu bagaimanakah diatur dalam sistem hukum yang dulu dulu, apakah hasil mempelajari sistem hukum asing, apakah isi doktrin. Makin lama makin banyak ia mengacu kepada hukum yang sedang berkembang.
Dalam ilmu hukum modern, maupun hasil penelitian para hakim; mereka menganggap undang undang memiliki kedudukan yang penting sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan suatu perkara. Namun kenyataannya di lapangan karena kehidupan dinamis, kadang kadang terjadi kekosongan hukum. Di sinilah tugas hakim untuk menemukan hukum.
Beberapa sebab mengapa undang undang memiliki kedudukan paling penting.
1, dengan undang undang, materi hukum lebih mudah didapatkan dan dijadikan pedoman, karena bentuknya tertulis dan terkondisikan. Ini beda dengan yang tidak tertulis, oleh karena harus memperhatikan keterangan yang tidak cukup hanya satu dua orang untuk meyakinkan bahwa apa yang disampaikan itu berupa materi hukum tidak tertulis. Terlebih lagi karena wujudnya tidak ada, maka tidak mudah untuk dijadikan ukuran atau standar dalam penerapannya. Atau dengan kata lain, akan dapat diperoleh tanpa ada kesulitan untuk mendapatkan nya, namun harus dengan usaha dan pikiran yang sungguh sungguh.
2, Dalam banyak hal, dengan undang undang berarti telah terjadi unified hukum yang dapat berlaku secara nasional dan tidak dibatasi oleh daerah, suku atau golongan tertentu. Hal ini mengecualikan undang undang tertentu yang dengan tegas menyebutkan ruang lingkup berlaku undang undang tersebut.
3, lebih mudah dipahami. Kalau toh ada ungkapan yang interpretable (mungkin ditafsirkan), inipun jauh lebih mudah dari pada menafsirkan hukum yang tidak tertulis. Ini sangat berbeda dengan hukum tidak tertulis, yang akan lebih banyak menimbulkan perdebatan dalam penemuannya, apalagi dalam penafsiran.
4, resiko bagi penegak hukum lebih kecil, dibandingkan keberanian untuk menggunakan hukum tidak tertulis atau keberanian untuk melakukan ijtihad demi menemukan hukum. Tuduhan bahwa penegak hukum melanggar undang-undang, juga tidak akan ada.
5, bagi penyidik akan sangat mudah ketika menjerat pelanggaran hukum dengan menunjuk pasal pasal tertentu dan akan menemukan kesulitan ketika harus menjerat pelanggaran dengan menunjuk norma norma yang hidup di masyarakat.
Berdasarkan berbagai alasan di atas, para hakim lebih menggunakan sumber sumber yang mengikat ke berlakukannya.
Salah satu nya adalah FATWA. Dari majelis, misalnya dalam Dewan Syariah Nasional. Yang digunakan dalam peradilan agama ataupun Pengadilan lainnya.
Fatwa secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu al-fatwa, dengan bentuk jamak fatwa, yang berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum (ensiklopedi Islam, 1993).
Yusuf Qardawi mengartikan fatwa secara syar'i adalah menerangkan hukum syara dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan dari seseorang maupun kolektif yang beridentitas jelas maupun tidak.***
*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan