Breaking News

Partisipasi Politik Dengan Variabel Musyawarah


 Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Musyawarah memberikan kesempatan bagi nilai nilai maupun pemikiran pro-lingkungan untuk mengemuka.

Sifat terbuka dari prosedur demokrasi Musyawarah yang lebih mementingkan rasional argumen dan kearifan, menempatkan kemungkinan lebih besar bagi diterimanya nilai nilai dan pemikiran ekologis. Segala bentuk distorsi demokrasi, seperti hilangnya representasi di bawah kepentingan lobi, dapat diluruskan okeh rujukan rasional objektif yang diemban oleh demokrasi Musyawarah. Karena itu, demokrasi musyawarah secara intrinsik lebih terbuka pada penataan etis yang berkembang dalam pemikiran ekologis.

Selain melalui instalasi demokrasi musyawarah, pembangunan sistem politik menghendaki pengadopsian bentuk kelembagaan negara yang kongruen, yang dapat memperhatikan karakter dasar bangsa Indonesia "Bhinneka Tunggal Ika", Singkat kata, kelembagaan negara harus bisa memberikan keseimbangan antara unitas (kesatuan) dan diversitas (keragaman). Pergulatan untuk menemukan keseimbangan itu memperoleh sistesisnya dalam perumusan Konstitusi Proklamasi. Bentuk negara yang oleh sebagian besar pendiri bangsa dipercaya bisa menjamin persatuan yang kuat bagi negara kepulauan Indonesia adalah negara kesatuan (unitary). Meski demikian, para perumus Konstitusi sepakat bahwa untuk mengelola negara besar, seluas dan semajemuk Indonesia, tidak bisa tersentralisasi dengan mengandalkan inisiatif segelintir elite di Jakarta. Negara Indonesia sepatutnya dikelola dengan mengadopsi unsur pendekatan federal dengan melibatkan peran serta daerah lewat desentralisasi dan dekonsentrasi. Termasuk perlunya pembentukan pemerintahan daerah berdasarkan atas permusyawaratan dengan menghormati " hak hak asal usul, dari daerah yang bersifat istimewa, seperti daerah kerajaan dan daerah daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli seperti desa dan marga.

Kewajiban warga tetap dikedepankan, seraya menjunjung tinggi hak hak dasar nya, agar negara kekeluargaan tidak menjelma menjadi negara kekuasaan.

Soepomo sebagai ketua tim kecil perumus rancangan UUD, setelah mendapatkan argumen kritis seperti dari Agus Salim, Mohammad Yamin, dan Bung Hatta, bersedia menempuh pilihan kompromistis, dengan menambah pasal " yang menetapkan kemerdekaan penduduk untuk bersidang dan berkumpul untuk mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan dan lain lain yang diatur oleh undang-undang.

Dengan pasal tersebut, warga bebas mendirikan partai politik, namun tetap diletakkan dalam kerangka negara kekeluargaan. Untuk itu, desain lembaga perwakilan disusun dengan mencari keseimbangan antara kebhinekaan dan kesatuan. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili hak individu dan melambangkan keragaman ideologis warga yang diisi okeh perwakilan aneka partai politik yang dipilih langsung oleh rakyat. Posisi DPR tidak dipandang sebagai" parlemen " seperti di Inggris. DPR hanyalah lembaga legislatif biasa.

Menggenggam kedaulatan rakyat ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai lambang kesatuan semangat kekeluargaan bangsa Indonesia.

Sebagai mandataris daulat rakyat yang merupakan subjek pelaku kekuasaan kedaulatan secara utuh. MPR dipandang sebagai lembaga tertinggi negara.

Pengertian tertinggi di sini tidak berarti bahwa MPR bisa berbuat sewenang-wenang, karena kewenangan nya terbatas seperti ditetapkan oleh UUD.

Dikatakan tertinggi, karena MPR bertindak seperti perwakilan tertinggi dari seluruh elemen kekuatan rakyat dan berfungsi sebagai lembaga konstituante dan okeh karena nya dianggap mengendalikan kekuasaan tertinggi untuk menetapkan dasar dasar negara, sistem pemerintahan dan seluruh sistem hukum pada umumnya. Mudah mudahan ke depan dengan baru saja dilantik nya anggota DPR, DPD, dan anggota MPR hasil pemilu tahun 2024 yang dilantik (1 Oktober 2024), dapat memikirkan kembali untuk mengembalikan kedudukan dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai Lembaga Tertinggi.

Sebagai lembaga musyawarah wadah partisipasi publik, yang merupakan kesatuan sistem kekuatan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan rakyat.***

*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan