Breaking News

Desa Masuk Media, Media Masuk Desa



 Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Dua makna di atas (desa masuk media, media masuk desa). Penulis ter illstrasi dengan judul berita yang terbit hari ini di kolom sembilan harian lokal Sriwijaya Pos yang berjudul Sripo-Tribun Sumsel Perkenalkan "Mata Lokal Desa" yang rencananya akan diluncurkan pada bulan November 2024.

Program tersebut disampaikan pimpinan redaksinya saat beraudensi dengan Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Selatan pada hari Selasa, 15 Oktober 24.

Sebagaimana disampaikan oleh Yudie Thirzano ( kepala News room Sriwijaya Post dan Tribun, bahwa kedua media di atas sudah menerbitkan berita berita tentang Mata Lokal Desa, baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata animonya sangat bagus. Dengan tujuan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keragaman yang ada di Sumatera Selatan.

Keragaman keragaman tersebut antara lain adalah keragaman adat budaya baik yang berasal dari budaya asli yang berasal dari lahirnya MARGA (dalam arti geneologis), sampai dengan budaya yang dibawa oleh Mading masing suku di Nusantara ini yang telah bermukim di wilayah 17 kabupaten dan kota di Sumatera Selatan.

Menurut catatan Prof. H. Amrah Muslimin SH guru besar ilmu hukum administrasi fakultas hukum universitas Sriwijaya Palembang dalam bukunya "Sejarah dan Perkembangan Dusun dan Marga Menjadi Desa dan Kelurahan" bahwa marga sebelum di hapuskan (marga dalam arti pemerintahan) berjumlah 188 marga. Yang dipecah menjadi desa yang awalnya di tahun 1983 adalah 2190 desa (tentu sekarang sudah bertambah) seiring berkembangnya kondisi pemerintahan.

Idee yang disampaikan oleh para jurnalis di atas sangat cocok sekalian mensosialisasikan keberadaan Undang Undang Nomor 9 tahun 2023 tentang Provinsi Sumatera Selatan perubahan undang-undang yang lama.

Di dalam Pasal 5 butir c, dikatakan bahwa Sumatera Selatan mempunyai karakteristik sendiri yaitu adanya kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki adat budaya masing masing.

Adat budaya yang ada di Desa tersebut harus dikembangkan dengan kondisi dunia globalisasi. Sehingga dapat difilter mana yang berdampak positif dan mana yang berdampak negatif.

Sehingga saya selalu pribadi sekaligus mewakili teman-teman yang terhimpun dalam kelembagaan adat baik di Sumatera Selatan maupun Lembaga Adat Melayu Serumpun Sesumatra terutama Komunitas Peduli Marga Batang Hari Sembilan menyambut baik gagasan tersebut. Mudah mudahan kita dapat berkolaborasi.

Dan selama ini memang antara kita sudah ada kebersamaan mitra, dimana sejak tahun 1980 telah sampai hari ini tetap berlanjut dengan diterbitkannya artikel artikel terutama yang bernuansa budaya (Setiap Minggu rutin di dalam kolom art and culture Sriwijaya Pos).

Sebagai informasi bahwa sejak tanggal 19 September 24 melalui surat keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia nomor AHU 0009146 tanggal 19 September 24 dan akta notaris nomor 21 tahun 2024 notaris di Palembang; telah berdiri Perkumpulan bernama PEDULI MARGA BATANG HARI SEMBILAN, dengan kegiatan nya sebagai berikut;

1, mendorong tersusunnya Rancangan Undang-undang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat 

2, bekerja sama dengan pihak pemerintah serta badan instansi baik yang publik maupun yang swasta.

3, mendorong dilakukannya rangkaian harmonisasi peraturan perundang-undangan yang bertentangan ataupun tidak sesuai dengan jaminan hak konstitusional dan hak tradisional masyarakat hukum adat.

4, secara bertahap terinventarisasinya Masyarakat Hukum Adat menjadi lebih kuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan putusan mahkamah konstitusi.

Dan yang tidak kalah penting bahwa Peduli Marga Batang Hari Sembilan sebagai satu kesatuan mitra kerja dengan Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) dan Sekretariat Nasional Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.***

*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan