Tanjak
Penulis: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id. - Tanjak adalah istilah ataupun nama dari penutup kepala seorang pria, yang memiliki bentuk dan warna sesuai dengan pemakainya (subjek nya) yang dipakai di dalam acara acara adat tertentu.
Tentu ini mempunyai maksud dan makna tersendiri dari simbol tanjak tersebut. Yang gunanya untuk membedakan peran dan fungsi masing masing pemakainya di dalam berinteraksi dengan komunitas masyarakat hukum adat.
Misalnya di komunitas Melayu ada bentuk dan warna TANJAK yang digunakan dan itu menandakan bahwa yang bersangkutan simbol personifikasi dari fungsi dan peranan mereka.
Ada tiga disebut Tanjak Raja Raja atau Sultan., ada tanjak hulubalang, tanjak rakyat biasa dan lain sebagainya.
Tapi yang jelas menurut analisis penulis dari kacamata adat istiadat bukan lah menunjukkan perbedaan stratifikasi sosial seperti yang dianut oleh dunia barat yang bersifat individualistik.
Sedangkan di dalam komunitas masyarakat hukum adat itu adalah merupakan simbul dari Fungsi dan peranan masing-masing di dalam berinteraksi sesama komunitas adat.
Karena philosofi adat adalah: komunalitasme (kollektivisme), .
Ingat ajaran Prof. MM. Djojodiguno SH yang disampaikan oleh Prof. Iman Sudiyat, SH, keduanya Guru Besar ilmu hukum adat di universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan bahwa saya ada karena saya berada dalam komunitas, komunitas ada karena ada individu individu. Yang saling teringat hubungan guyub atau hubungan Gotong Royong (istilah Ir. Soekarno).
Karena tanjak merupakan hasil dari Budi dan Daya (kebudayaan istilah Ki Hadjar Dewantara), maka tanjak itu sendiri dapat dikembangkan ( bukan dilestarikan - istilahnya), menurut perkembangan zaman dan peradaban manusia yang sifatnya dinamis dan plastis istilah Prof. M.M. Djojodiguno SH.
Dinamis bermakna (budaya- tanjak), dapat berkembang disesuaikan dengan perkembangan kebudayaan itu sendiri.
Sedangkan plastis, bahwa kebudayaan itu bersifat ngulur mengkerut tidak statis (istilah Prof. Iman Sudiyat SH).
Berkaitan dengan tanjak itu sendiri yang merupakan bagian, sekarang ini dijadikan salah satu ornemen bangunan khususnya di Sumatera Selatan yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi sudah memiliki dasar hukum tertulis, yang intinya karena kebudayaan itu adalah bercirikan khas masyarakat hukum adat tentu ornamen yang dimaksud disesuaikan dengan adat istiadat dan tradisi setempat. Jadi sifatnya majemuk dan tidak bisa diseragamkan termasuk juga bentuk serta warna tanjak (tutup kepala) dari masing masing etnis yang ada khususnya di Sumatera Selatan.
*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan