Memahami Makna Cita Hukum (Rechtside)
Tulisan oleh: H. Albar Sentosa Subari
Jendelakita.my.id. - Membicarakan apa Rechtside, adalah membicarakan suatu ramuan macam macam nilai yang begitu memegang peranan di dalam hidup manusia baik, sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Di dalam hidup manusia nilai nilai banyak ragam dan macam macamnya. Ada nilai kebenaran, ada nilai kesusilaan, ada nilai keindahan, ada nilai hukum, ada nilai kekeramatan dan sebagainya. Nilai nilai itu adalah a priori dengan rincian isi yang macam macam dan berbeda beda. Keseluruhan nilai nilai itu merupakan suatu alam tersendiri yang disebut alam nilai (G. Radbruch, dalam Koesnoe).
Setiap orang adalah pengemban Nilai nilai tersebut. Artinya bahwa setiap orang hidupnya menyandang dengan penuh alam nilai tersebut. Sebagai individu, di dalam menyandang nilai nilai itu menuruti selera pilihannya sendiri mana yang dipilihnya dari nilai nilai yang tersedia dalam alam nilai tersebut. Pilihannya itu ditentukan oleh filsafat hidup yang dianutnya.
Selain itu, dalam memilih nilai nilai sebagai ukuran dalam melangsungkan hidupnya, pilihannya itu juga dipengaruhi oleh alam lingkungannya, yaitu masyarakat maupun alam physik yang mengelilinginya (Ibid).
Dari itu pilihan tentang nilai nilai yang ada sebagai ukuran dalam melangsungkan hidup dan kehidupannya, pada dasarnya ditentukan pula oleh lingkungan baik berupa sesama nya maupun alam sekelilingnya.
Setiap nilai dari suatu jenis kategori nilai, di dalam hidup manusia, baik sebagai individu maupun sebagai suatu kelompok tidak ada yang mengembannya secara murni sebagaimana bunyi nilai itu di dalam alam jenis kategori nya. Di dalam kehidupan manusia setiap nilai yang berasal dari sesuatu jenis kategori nilai, selalu diramu dengan nilai nilai lainnya yang berasal dari kategori nilai yang berbeda beda. Misalnya dalam rangka pembicaraan topik kita di sini ialah IDEE HUKUM.
Dalam hidup manusia idee tentang ini selalu pula diramu dalam satu kesatuan dengan nilai nilai lainnya yang berasal dari kategori nilai nilai lainnya seperti nilai kebenaran, nilai kesusilaan, nilai keindahan, kekerabatan dan sebagainya (J.H.A. Logemann dalam Koesnoe).
Meramu seperti itu dilakukan dengan memperhatikan lingkungan nyata yang mengelilingi dan menguasai orang atau kelompok yang bersangkutan. Lingkungan nyata tersebut ialah alam physik sekeliling serta masyarakat manusia yang berwatak selalu mengikuti suatu tradisi. Selain itu ada lagi satu hal yang juga diikutkan dalam ramuan itu yaitu ramuan dengan suatu phenomena yang pula bersifat kategoris yang dinamakan kekuasaan. Meramu semacam itu oleh kelompok disebut sebagai Budi daya (ingat istilah kebudayaan menurut Ki Hadjar Dewantara)
Sering pula secara kata benda disebut KEBUDAYAAN atau lebih singkat disebut BUDAYA saja.
Budi daya meramu suatu nilai tertentu yang berasal dari suatu kategori nilai tertentu dengan nilai nilai yang berasal dari kategori nilai nilai lainnya ditambah dengan phenomena kekuasaan semacam itu dilakukan oleh yang bersangkutan berdasarkan kepada cita rasa yang hidup dalam jiwanya yang ditentukan oleh filsafat hidupnya (Weltanschauung)
Wujud kesatuan idee hukum yang demikian merupakan pernyataan dari apa yang dalam budaya yang bersangkutan dianggap sebagai cita hukum Rechtside budaya yang bersangkutan (Ibid).
Dengan demikian cita hukum atau Rechtside dari sesuatu budaya berisi idee hukum yang telah diramu dalam kesatuan dengan nilai nilai yang berasal dari kategori nilai lainnya yang menunjukkan pula sejauh mana phenomena kekuasaan terintegrasi pada nya.
Cita hukum atau Rechtside perlu dibedakan dua seginya. Segi yang pertama ialah segi formal yaitu sebagai suatu wadah dari idee hukum yang telah digarap dengan memperhitungkan alam kenyataan sekeliling kelompok yang bersangkutan (alam nyata)
Segi materiil atau subtansi nya adalah idee hukum yang berisi suatu kesatuan nikah nilai dari kategori nilai nilai lainnya termasuk phenomena kekuasaan, menurut cita rasa budaya masyarakat yang bersangkutan(Ibid).
Cita hukum atau Rechtside adalah idee dari budaya yang bersangkutan tentang apa dan bagaimana yang dinamakan hukum. Dengan bagitu Rechtside, bagi budaya yang bersangkutan adalah ukuran pokok dari apa yang dapat dianggap sebagai hukum dalam masyarakat yang bersangkutan.
Itu berarti bahwa isi dan wujud Rechtside tunduk kepada filsafat yang mendasari cita rasa dalam meramu tersebut yang menjadi dasar nya.
Misalnya bila filsafat yang mendasari itu materialis, akan lain dengan kalau yang mendasari itu filsafat idealis.
Kalau disebut cita hukum atau Rechtside yang didasari oleh nilai nilai Pancasila.akan disebut Cita Hukum (Rechtside) Pancasila. Sebagaimana terukir dalam Pembukaan UUD 45 khusus pada alinea keempat (sila sila Pancasila) sebagai sumber kelahiran welbron dan hukum adat sebagai sumber pengenal kenbron.
Cita Hukum Pancasila adalah disebut juga dengan Cita Hukum (ADAT).
(Lihat pidato Ir. Soekarno, 1 Juni 1945 dan pidato pengukuhan Prof. Dr. Soeripto, SH)
Ir. Soekarno mengatakan bahwa selama 18 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 45, beliau sudah menggali apa yang akan menjadi dasar negara Republik Indonesia, dan terbukti Bung Karno menggalinya dari nilai nilai budaya bangsa yang ada di Nusantara ini.
Dan ucapan itu beliau (Soekarno) ucapkan kembali saat pidato penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajahmada Yogyakarta di Yogyakarta di sidang senat terbuka tanggal 19 September 1951 dengan judul Ilmu dan Amal..
[9/23/2024 5:04 AM] Ketua Pembina Adat Sumsel Albar Sentosa Subari: Sebagai tambahan informasi bagi pembaca bahwa Istilah Rechtside ada yang menterjemahkan kata-kata tersebut dengan kata : Cita-cita Hukum (seperti oleh Hamid At Tamimi, , guru besar ilmu perundangan undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
Prof. Dr. H.M. Koesnoe SH, guru besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan beberapa universitas negeri dan swasta dosen Luar Biasa ilmu Hukum Adat beliau menggunakan istilah Cita Hukum untuk terjemahan Rechtsidee.
Sebab kalau Cita - Cita berkonotasi suatu harapan yang masih dalam dunia idee, bukan bicara dunia nyata (Riel), menurut penulis yang menggunakan istilah Cita Hukum mengambil istilah Prof. Koesnoe)
*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan