Gotong Royong Nilai Fundamental Bangsa Kita
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Dalam kemajemukan karakter masyarakat Indonesia, gotong royong adalah nilai fundamental bangsa ini. Menurut pandangan Bung Karno, gotong royong adalah intisari Pancasila sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan dan sistem perilaku bersama. Dalam implementasinya, semangat gotong royong ini jangan sampai mengarah pada bentuk " toleransi negatif: tolong menolong dalam kesesatan, kejahatan dan pengrusakan.
Pembangunan mental karakter harus menempatkan gotong royong itu dalam konteks "toleransi positif ": tolong menolong dalam kebaikan dan pembangunan. Semangat toleransi yang memadukan kemandirian dan kerja sama dalam menunaikan pelayanan publik dan kemanusiaan dengan penuh tanggung jawab dan bermutu untuk kebaikan dan kemuliaan hidup bersama.
Pembangunan mental karakter harus merestorasi warisan budaya gotong royong yang mulia pudar ini dengan mengembangkannya dalam pengertian yang lebih luas . Restorasi dan transformasi budaya gotong royong bisa mencakup pengembangan budaya "Silih asih, silih asah" dan silih asuh; berat sama dipikul, ringan sama dijinjing; tolo g menolong dengan semangat kooperasi, saling menghargai dalam perbedaan seraya aktif meningkatkan pemahaman dan titik temu dalam perbedaan (active engagement); mampu menghargai dan mengapresiasi karya dan prestasi orang lain, serta mampu menjalin
sinergi antar potensi, antar gengsi, antar sektor dan antar wilayah.
Pentingnya mentalitas karakter "pelayanan" berangkat dari asumsi bahwa pemupukan kemandirian dan penguatan welas asih kegotongroyongan itu harus bermuara pada pelayanan. Negara Indonesia sendiri dirancang oleh para pendiri bangsa berlandaskan empat basis negara pelayan: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembangunan mentalitas karakter pelayanan ini dapat diperkuat dengan memupuk semangat rela berkorban, gigih meraih mutu yang terbaik, mendorong etos kerja keras, kerja tangkas (profesional) dan kreatif, serta mengembangkan sifat jujur, amanah dan bersih.
Perubahan pada tiga mentalitas karakter tersebut bisa menurunkan mentalitas mentalitas ikutan. Kreativitas dan inovasi, misalnya, akan lahir kalau tersedia ekosistem kreativitas yang merupakan perpaduan dari ketiga unsur tadi.
Dalam implementasinya, gerakan pembangunan mental karakter Pancasila tidak boleh dilakukan dengan pendekatan vertikal: negara yang ambil inisiatif, negara yang menafsir, negara melakukan. Cara terbaik mestinya dilakukan dengan pendekatan horizontal dalam bingkai semangat gotong royong yang melibatkan partisipasi berbagai agen sosial dari kalangan masyarakat sipil, masyarakat media, pekerja budaya, dunia pendidikan, dan dunia usaha.
Dengan prioritas dan pendekatan seperti itu, gerakan transformasi mental karakter secara sinergis dan simultan bisa membawa perubahan mendasar pada struktur mental dan keyakinan bangsa. Dengan perubahan mendasar itu, suatu pemutusan dengan mentalitas budaya dan tantangan dekaden bisa dilakukan sehingga bisa menciptakan suasana kejiwaan yang lebih siso berdikari dalam ekonomi, berdaulat dalam politik, dan berkepribadian dalam kebudayaan.***
*) Penulis adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan