Dari Siguntang Menuju Pulau Penyengat
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Bicara kemelayuan tentu kita tak terlepas dari proses perkembangan nya termasuk " MELAYU".
Orang orang Palembang selalu mengucapkan dan membanggakan "Siguntang Hulu Melayu".
Tentu kesemuanya itu dilatar belakangi dengan cerita ataupun legenda dan bisa juga setelah dunia berkembang dengan tekhnologi digital dapat diperoleh informasi yang setidaknya mendekati kebenaran nya.
Mengutip tulisan Dr. Raja Suzana , MPd, yang masih keturunan raja raja di pulau Penyengat dan beliau berdomisili di sana tentu banyak informasi yang dapat kita serap.
Salah satunya makalah beliau yang di sampaikan dalam diskusi pada saat diadakan nya acara Silaturahmi Kerja Lembaga Adat Rumpun Melayu se Sumatera di Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau tanggal 5 Agustus 24 yang berjudul Penyengat Tamaddun Melayu.
Mengatakan bahwa bicara konsep kemelayuan kita tidak terlepas dari perkembangan dan penerusan tamaddun Melayu di kepulauan Riau yang tak terlepas dari Tamaddun Melayu semenjak masa Mada awal sampai sepakat ini.
Beliau bercerita bahwa Tamaddun Melayu di Pulau Penyengat setelah masa kegemilangan dan kecemerlangan Sriwijaya meredup (sehingga orang Melayu Palembang menyebut Siguntang Hulu Melayu???.
Setelah itu pusat tamaddun berpindah pindah. Perpindahan itu dimulai dari Palembang ke Bintan, Temasik ( Singapura), Melaka, Johor, Bintan (Riau) Lingga dan Penyengat.indra sakti (Minimal ada 9 pusat kemelayuan).
Di masa pemerintahan Raja Haji Fisabilillah ( kakeknya Raja Ali Haji ibni Raja Haji Ahmad ibni Raja Haji Fisabilillah), negeri Riau merupakan puncak ketenaran dan kemakmuran negeri Riau, di istana kota Piring Biram Dewa sebagai pusat pemerintahan nya.
Di samping itu pulau Bintan (Pulau Bintan menuju ke Pulau Penyengat menggunakan kapal cepat lebih kurang memakan waktu 5-10 menit, begitu dekatnya dua puluh tersebut)
Pulau Bintan menghasilkan rempah rempah misalnya Gambir yang mencapai puncak perdagangan di tahun 1852, dengan pekerja banyak dari bangsa cina terutama di Singgalang. Di samping kekayaan alam yang tersedia di sana misalnya timah di pulau Singkep yang mendatangkan pekerjaan cina dari Pulau Bangka ke Lingga.
Seiring dengan dunia perdagangan internasional (sebut saja demikian). Di dunia sastra peranan Raja Ali Haji, bahasa Melayu menjadi bahasa resmi kerajaan, bahasa perdagangan, bahasa ilmu pengetahuan selain digunakan sebagai bahasa masyarakat sehari hari..
Dengan peran untuk memartabatkan bahasa Melayu Riau menjadi taman para penulis, baik yang keturunan bangsawan ataupun masyarakat biasa laki laki dan perempuan.
Tentu semuanya itu tidak terlepas pula dengan proses akulturasi kebudayaan baik karena pergaulan ataupun akibat pernikahan antar suku yang ada .
Suku di Pulau Penyengat selain suku Melayu juga ada suku Bugis, Jawa, Banjar, Baweyan, Ladi dan Cina.Tentu dalam pergaulan mereka akan menggunakan philosofi adat Dimana Bumi di pijak di situ langit dijunjung.
Jadi orang suku lainnya mengadopsi Adat Istiadat dan nilai etika bangsa Melayu umumnya. Dan adat istiadat tersebut masih kental dirasakan ketika kita berkunjung ke sana. Memang philosofi orang Melayu harus menghormati tamu yang datang.!
Karya karya para penulis di Pulau Penyengat tidak saja pada satu bidang kajian tapi meliputi bidang ;
1, agama (syair Sinar Gemala Mustika alam)
2, sastra (gurindam 12 th 1847)
3, bahasa, sejarah, Politik, Hukum.
Karya karya yang berillian tersebut adalah karya dari antara lain;
a, Raja Ali Haji (bidang agama, sastra, bahasa, sejarah, politik dan hukum.
b, Raja Achmad (Engku Haji Tua).
c, Raja Haji Daud
d, Raja Saleha (syair Dulmuluk) dan lain pengarang pengarang yang belum tersebut, namun eksis dimasanya.
Menurut Dr. Raja Suzana Fitri, M,Pd., yang menjadi referensi tulisan ini yang sebagian dikutip oleh penulis.
Mengatakan bahwa syair DULMULUK berkembang di Palembang Sumatera Selatan.
Mungkin sebagai pemerhati adat budaya dan sekaligus sebagai ketua Lembaga Adat Melayu Sumatera Selatan, insyaallah akan meneliti bersama teman teman lain kenapa Syair Dulmuluk sangat populer di Palembang dibandingkan di pulau Penyengat???.***
*) Penulis adalah Ketua Lembaga Adat Melayu Sumatera Selatan.